Saying I Love You



            Saying I Love You
Genre : Memory (?)
OST : Saying I Love You (Kim Jong Kook)

            Mentari bersinar membangunkanku dari tidurku. Sejenak ku renggangkan otot – ototku yang kaku. Kemudian beranjak menuju kamar mandi sekedar mencuci mukaku yang kusut dan bau. Setelah itu, aku meraih ikat rambutku di atas meja belajar. “Huuh.. selamat pagi!!” sapaku pada burung – burung dan  tanaman di halaman depan.
            Namaku Saufika Davichi. Orang biasa memanggilku Ify. Kata Davichi di namaku bukan berarti aku keturunan dari Leonardo Davinchi loh ya.. Davichi nggak ada N, sedangkan Davinchi ada N-nya. “Penting nggak sih njelasin itu?”. Ckck.. sudahlah..
            Aku berjalan menuju dapurku. Rumah ini sepi karena aku hidup di rumah ini sendirian. Sudah sekitar 5 tahun aku berada disini. Pertama kali aku membelinya karena seseorang menawarkannya padaku. Dia berkata, rumah ini rumah kenangan. Aku tidak mengerti maksudnya sebelumnya. Tapi kini mengerti..
            Sangat menyenangkan memiliki rumah sendiri. Dekorasi kuno milik si pemilik lama aku ganti dengan aksen ceria warna – warni namun serasi. Dulu pertama kali aku selesai merenovasinya, teman – temanku langsung aku undang untuk bermain. Mereka mengatakan kalau ini hebat. Aku sangat senang. Terlebih dia juga mengatakan hal yang serupa. “Ini menakjubkan,” katanya..
            Yaa... dia yang aku maksud adalah kekasihku, dulu. Semenjak itu, dia jadi sering main kerumahku. Entah untuk menemaniku, menjemputku, mengajariku, atau membantuku membuat kue. Hobbyku memang membuat kue. Dia juga senang membuat kue. Terlebih saat membuatnya denganku katanya. Itu benar – benar menyenangkan.
            “Kau pilih hati atau pohon?” tanyaku sembari menunjukan cetakan kue berbentuk hati dan pohon. “Hati,” jawabnya. Aku senang.. terlebih dia menatap ku sambil tersenyum. Aku sangat menyayanginya. Baru saja aku memasukan kue – kue itu kedalam oven, tiba – tiba tangannya mengenai hidungku. Tepung adonan berwarna putih tulang itu pun tertinggal di wajahku. Ish.. dia benar benar!
            “Kyaaa!”. Aku balik menyerangnya begitu juga dia. Dapur ini jadi berantakan tapi kami senang. Dia mengacak rambutku pelan kemudian menaruh kedua telapak tangannya di kedua pipiku. Dia hanya tersenyum dengan tatapan yang begitu hangat. Tak bisa jika aku tak membalasnya. Aku sangat mencintainya.









PiiiiiiiiiiiiiiiiiiiP..

            Siulan alarm membangunkan Ify dari tidurnya. Dia ketiduran saat sedang membuat kue kesukaannya. Sejenak dia menoleh kearah oven. Kuenya sudah matang. Dia mengangkatnya dan menaruhnya diatas meja. Dulu, saat seperti itu dia pasti langsung mengusir Ify dari kue yang baru matang itu. Dia akan mencicipinya dan berkata ini menakjubkan...
            Ify melompat – lompat senang saat melewati jalanan di halamannya. Pagi yang cerah benar – benar membawa semangat baru untuk Ify. Dia meletakan bingkisan di dalam bagasi motor dan mengambil helmnya. Dengan scooter barunya Ify menyusuri jalanan. Dulu, setiap pagi yang cerah seperti ini, Ify selalu bersama dengannya. Kemudian membeli bunga kesukaan Ify. Dia mengangguk menyetujui anjuran Ify dan memberikannya kepada Ify. Dia kemudian menutup kedua pipiku dengan kedua telapak tangannya...aku tahu, maksudnya adalah  I Love You. Tapi dia tidak mengatakannya.

            “Hai Ify!”. Seorang lelaki paruh baya menyapa Ify sambil melambaikan bunga kesukaan gadis itu. Ify dengan senang menerimanya. Paman itu benar – benar hafal kebiasaanku tiap hari.. karena sudah lebih dari 5 tahun paman –lelaki tadi- menjadi penjual bunga langganan Ify.
            Ify berjalan senang menuju ke sebuah bangku taman berwarna hijau. Dia mengusap ukiran berbentuk hati di belakang bangku itu. Dia yang mengukirnya

            “Heey.. tunjukan kepadaku!!” seru Ify. Namun Dia tetap saja menutupiya. “Diamlah.. ini hampir jadi” katanya. Ify mendengus dan menatap wajah tampan di hadapannya yang sedang berjongkok sambil mengukir bangku yang Ify duduki. [I Love You]
           
@@
            Gadis itu sampai di sebuah tempat dimana dia bisa menikmati buku bacaannya. Setelah meletakan helmnya, Ify –gadis itu- berjalan memasuki ruangan. Dia memilih duduk di tempat Favoritenya. Di dekat jendela yang menghadap kearah jalanan. Ify membuka bukunya dan membuka lembar – per lembar halaman itu.

            Ify mulai bosan dengan bacaannya dan menatap seorang lelaki yang sangat di kenalnya yang sedang duduk berhadapan dengannya. Lelaki itu membaca dengan amat serius sampai – sampai menutupi seluruh wajahnya.
“Ish.”
Ify mencoba menarik benda yang menghalangi wajah kekasihnya. namun seperti laki – laki itu sengaja. Ify berdecak dan pura – pura marah. Sedetik kemudian buku yang sedang dibacanya itu ditunjukan pelan pelan hingga Ify bisa melihat sebuah benda berbentuk lingkaran cantik, indah, dan menawan dengan berlian yang mempesona berada di tengahnya. Benda yang tidak lain adalah sebuah cincin berwarna silver berhasil membuat Ify hampir tidak mempercayainya, kemudian dia mengambil benda itu dan memasangnya sendiri di jari manisnya. Benar – benar cocok! lelaki yang ada di hadapannya kemudian menyunggingkan senyuman termanisnya. Ify pun membalasnya.. “Terima kasih, Rio!”.
Membayangkannya sungguh menyenangkan. Ify memandangi jemari yang berada di tangan kanannya. Di mainkannya jemari yang cantik itu. Khususnya karena sebuah cincin melingkar di jari manisnya. “Huuh”. Ify mendesah panjang dan menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya yang menyilang. Disini terasa sangat sepi karena dia hanya duduk sendirian. Hatinya terasa menjadi begitu berat. Namun sedetik kemudian dia terhenyak. Aku ada janji!!!

            Disebuah tempat dibawah jalan layang yang biasa dia laluilah Ify menunggu. Seseorang yang sangat berarti untuknya akan segera datang. Ify duduk diatas motornya sembari mengamati tiap detail bagian bawah jalan layang itu. Masih sama seperti dulu, pikirnya.. sedetik kemudian Ify menoleh kearah dimana suara langkah kaki sedang berlari kearahnya. Seorang pemuda yang tampan..
            Ify mengamati tiap detail wajahnya yang berada membelakangi matahari. Lelaki itu tampak ingin meminta maaf. Tapi Ify hanya diam memandanginya. Hingga, bayangan masalalu itu muncul kembali.

            Di tempat yang sama, dan waktu yang sama di masa lalu. Ify berdiri disini.. memandang kesal seorang lelaki. Entah apa masalahnya yang jelas begitu menyakitkan. Ify tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi. “Tapi kenapa?”
            Wajahnya sudah basah oleh air mata. Warnanya pun berubah menjadi merah. Ini benar – benar menyakitkan. “Apa... tidak bisakah, kita bertahan?”. Ternggorokannya terasa begitu sakit. Badannya mulai bergetar. Haruskah mereka berpisah setelah menjalin hubungan selama bertahun – tahun?
            “Tidak Ify.. “. Rio tampak begitu kesal. Ify mengumpat kesal pada takdirnya. Mengapa mereka harus berbeda? Okei berbeda memang wajar.. tapi ini!! Akidah! Rio tidak bisa melepas miliknya, begitu juga Ify. Rio tidak bisa menikahinya. Ify pun begitu. Tapi ini keputusannya. Disisi lain mereka tak suka, tapi disisi lain ini merupakan keputusan terbaik.
            “Aaaaaarrrrgghh!!!! Kenapaaa!!!!”
            Rio mengerang kesakitan dan melempar helmnya dengan penuh kekesalan. Ify semakin merasa tertusuk – tusuk. Sebenarnya bisa saja mereka bersama, sekalipun berbeda. Tapi kedua belah keluarga menolak. Terlebih orang tuamereka. Bagaimanapun mereka berdua tidak ingin durhaka kepada kedua orang tuanya.
            “Arrrggghh!!!”
            “Yo...”
            “Apa!?”
            Rio berbalik menatap Ify yang kusut dan lelah. Air matanya masih berlinang. Ingin dia mengusapnya. Tapi ... apa boleh? Mereka harus berpisah.. “Love you...” ucap Ify gemetar. Mungkin inilah alasan kenapa Ify tidak pernah mendengar kata cinta dari Rio. Laki – laki itu tahu akan akhir dari hubungan mereka. Butiran hangat kembali berlinang. Terlebih.. saat Rio mengusap air matanya dan berbalik memunggunginya.
            “Bye... Fy.. Stay Health.”. ujar Rio dingin. Ify bisa melihat Rio bergetar. Ingin Ify memeluk punggung yang terombang – ambing itu. Menegarkannya dan menghangatkannya. Tapi akan susah nantinya untuk mengakhiri. Sedangkan mereka tidak mungkin meneruskan demi keluarganya.
            “Yooo!!” Ify berteriak saat Rio melempar cincinnyaa. Ini harus berakhir Ify... pikir Rio. Berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Ify membencinya. Tapi Ify masih menatapnya penuh harap. Rio berbalik... Maaf Ify.. seakan itu yang ingin dia katakan. Matanya menyiratkan kepedihan mendalam. Ify mencoba berdiri menghampirinya.. Namun..
            Rio berjalan menjauhi Ify. Meninggalkannya sendiri. “Tidak bisakah... kau mengatakan cinta padaku? Untuk... yang pertama dan terahir, yo?”. Ify sudah tak bertenaga lagi. Dan Rio sudah jauh menghilang dari pandangannya. Sakit.... Mereka berdua saling mencintai tapi... ini harus berakhir.. Tidak bisakah kau ucapkan aku mencintaimu walau untuk yang pertama dan terakhir?



            Tersadar, Ify segera memeluk pemuda itu.. Tidak lagi...
            Pemuda itu terkejut. Namun, dia membalas pelukan Ify. Mata Ify kembali memerah.. Kilas - kilas masalalunya kembali. Berbohongpun tidak mungkin. Karena dia masih memiliki cinta yang dulu. Sama sekali tidak terlupakan. Pernah dia mencoba, tapi pemuda ini muncul. Dia benar – benar mirip dengan Rio. Memeluknya terasa seperti memeluk Rio. Apakah ini cinta yang sama? Entahlah.. yang jelas.. Ify masih mencintai Rio. Jika dia duplicate Rio.. apa mungkin akhirnya juga sama? Mereka berpisah? Mereka satu akidah tapi jika ini duplicatenya Rio, bukankah kemungkinan berpisah sangat besar?
            Tidaaak!! Tidak lagi...
            Ify melihat langit – langit dibalik badan pemuda yang masih didekapnya. “Jangan tinggalkan aku...” gumamnya. Rio..
            Pada kenyataannya.. Ini memang cinta yang sama. Namun pada orang yang berbeda. Ify menyadari itu. Dia mempererat pelukannya. Aku merindukanmu Rio... dan masih berharap kau Saying I Love You walau hanya sekali dan selirih 14 desibel, yo.  I Love You..


The End

Komentar

Postingan Populer